Senin, 17 Oktober 2016

Hijauan Pakan Ternak



Pada dasarnya budidaya hijauan pakan dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu budidaya untuk dipotong (Cut and Curry) dan budidaya untuk pengembalaan (Grazing). Penyediaan hijuan untuk potongan pada umumnya dilakukan pada lahan-lahan sempit, dimana areal tanaman pangan mendominasi daerah tersebut, dengan skala pemilikan ternak relatif sedikit yaitu antara 1-4 ekor. Penanaman hijauan didaerah seperti ini hanya dapat dilakukan pada pematang, bibir teras bangku diareal lahan tanaman pangan, atau memanfaatkan areal sempit disamping tanaman pangan.
           Budidaya seperti ini banyak dijumpai diwilayah-wilayah padat ternak dan padat penduduk seperti pulau Jawa, Lampung dan Bali. Sedangkan budidaya padang rumput hanya dapat dilakukan di wilayah-wilayah yang lahannya sangat luas dengan pola pemeliharaan pemeliharaan ternak secara ektensif. Baik dikandangkan maupun tidak dikandangkan. Pola pemeliharaan ternak dengan cara pengembalaan ini cocok untuk wilayah padat ternak tetapi jarang penduduk seperti Indonesia bagian Timur khususnya di NTB dan NTT.
                Sumber Hijauan Pakan
                Di Indonesia hijauan pakan dapat diperoleh disetiap tempat, mulai dari padang rumput sampai pasar-pasar  kumuh ditengah kota besar, untuk wilayah lahan kering pakan yang utama adalah: (a). Padang Rumput; (b) Lahan pertanian pangan; (c) lahan perkebunan dan; (d) lahan kehutanan. Sedangkan untuk wilayah lahan irigasi, sumber hijauan pakan bisa berasal dari pematang dan pinggir saluran irigasi. Didaerah  rawa dan pasang surut, hijauan pakan juga mudah dijumpai, karena untuk habitat seperti itu terdapat jeis-jenis rumput yang bisa tumbuh dengan baik. Di samping itu hijauan pakan dapat juga diperoleh dipinggir jalan dan halaman rumah.
                Halaman rumah juga merupakan sumber hijuanan pakan yang penting. Hal ini disebabkan katena letaknya yang paling dekat dengan kandang. Jenis-jenis hijauan pakan yang ada dihalaman rumah sangat beragam, baik tanaman pangan maupun tanaman pakan, seperti rumput, ubi kayu, pisang, lamtoro, nangka, petai, randu, sengonm gamal, kelor dan sebagainya. Pada tebel ini dapat diperhatikan betapa pentingnya halaman rumah sebagai sumber Hijauan Pakan Ternak (HPT) di Jawa Tengah dan Jawa Timur, baik pada musim hujan maupun musim kemarau.
Pada musim kemarau sebagian besar rumput berasal dari ladang, perkebunan dan halaman rumah, ladang dan tegalan. Untuk hijauan ramban (daun-daunan) pada musim kenarau sebagian besar berasal dari halaman rumah dan ladang. Sedang pada musim hujan berasal dari halaman rumah dan perkebunan.
Potensi Padang Rumput
Sampai sejauh ini tidak ada data luas padang rumput di Indonesia yang pasti. Diperkirakan luas padang rumput di Indonesian berkisar antara 21 sampai 23 juta ha, yang penyebarannya mulai dari Sumatera (diperkirakan terdapat 7 juta ha), sebagian besar padang rumput di Sumatera terdiri atas alang-lang, sedangkan sebagan besar padang rumput yang berada dilahan-lahan berbatu.
                Di lain pihak, ada data yang menunjukkan bahwa luas padang rumput alam(tanpa Vegetasi alang-alang) diseluruh Indonesia tercatat 2 juta ha dengan areal yang paling luas terdapat  di Nusa Tenggara, daya dukung padang  rumput yang tidak terpelihara ini sangat rendah.
Tabel.1 Komposisi sumber HPT yang terdapat dikandang ternak pada musim hujan (MH) dan  musim kemarau (MK) Jawa Tengah dan Jawa Timur (%)
DAS Jerutan Seluna (Jawa Tengah)DAS  Brantas (Jawa Timur)
Sumber HPTMHMKMHMK
Sawah11,45,905,9
Ladang13,041,521,261,6
Tegalan0024,79,4
Halaman15,328,550,717,7
Perkebunan60,524,13,52,9
Lainya0002,6
Sumber : Hijauan Pakan Ternak di Indonesia 2006
                Jenis hijauan yang cocok dibudidayakan dibudidayakan dipadang rumput atau padang pengembalaan harus memiliki pekarangan yang kuat, tahan injakan, tahan renggutan, dan toleran terhadap kekeringan. Beberapa jenis hijauan  unggul yang cocok untuk dibudidayakan untuk potongan dan padang pengembalaan dapat dilihat dibawah ini:
                Dengan kapasitas tampung 0,5 satuan ternak per  ha (ST/ha), ternak yang digembalakan tidak mampu meningkatkan bobot badannya. Padahal di padang-padang rumput yang ditanami rumput unggul dan dipelihara dengan baik, seperti dinegara-negara yang peternakanya sudah mju, dengan kapasitas tampung 3 ST/ha mampu meningkatkan bobot badan sapi dengan 250 gram perhari/ha.
                Dengan kondisi seperti ini, padang rumput di Indonesia diperkirakanhanya mampu menampung 5 sampai 7 juta ST saja, pada hal data tahun 2004 menunjukkan bahwa populasi ternak ruminansia  di Indonesia lebih dari 13 juta ST. Jelaslah bahwa padang rumput yang ada perlu diperbaiki agar dapat menampung ternak lebih banyak lagi.
                Potensi Lahan Pertanian
                Dilihat dari segi potensinya, lahan pertanian yang bisa ditanami dengan TPT (Tanaman Pakan Ternak) sangat luas. Hampir semua lahan kering yang bisa ditanami palawija, bisa juga ditanami rumput potongan yang merupakan rumput introduksi atau rumput unggul. Rumput potongan ini  biasanya mampu menghasilkan hijauan yang lebih tinggi dibandingkan dengan rumput lokal yang terdapat dipadang-padang penggembalaan, pinggir-pinggir jalan, tepi sungai, tepi saluran air dan sebagainya. Rumput dan Leguminose merupakan pakan hijauan yang ditanam dilahan pertanian berfungsi ganda yaitu sebagai pakan ternak yang juga berfungsi babagai tanaman konservasi tanah atau sebagai tanaman pagar pembatas lahan. Namun tidak jarang terdapat lahan pertanian yang sengaja ditanami rumput pakan, khususnya rumput gajah dan rumput gajah terutama dikantong-kantong pemeliharaan sapi perah seperti sapi perah seperti lembang, Ciwedey dan Pengalengan (Jawa Barat) dll.
                Akhir-akhir ini dijumpai juga lahan pertanian tanaman pangan seperti sawah yang  beralih fungsi menjadi kebun rumput, karena menurut petani menanam rumput pakan, khususnya rumput gajah, ternyata lebih menguntungkan dibandingkan dengan menanam padi.
                Produktiviras atau daya hasil rumput pakan yang ditanam dilahan pertanian biasanya lebih tinggi dibandingkan dengan yang ditanam ditempat lain, seperti dihalaman rumah. Pada tabel 4 di bawah ini dirangkum rata-rata bahan kering hijauan  bahan kering  hijauan pakan yang dapat dihasilkan oleh beberapa jenis rumput pakan menurut jenis rumput pakan menurut hasil penelitian di Balai Penelitian Ternak (Balitnak) Ciawi Bogor.

Tabel 2. Beberapa contoh jenis Hijauan Pakan Ternak yang cocok untuk padang  penggembalaan
Nama BotaniNama Umum
Untuk Padang Pengembalaan Ringan
Brachiaria humidicolaRumput beha
Andropogon gayanusRumput gamba
Digitaria decumbensRumput pengola
Cenrhrus ciliarisRumput buffel
Stylosanthes sppStilo
Macroptilium atropurpuriumSiratro
Untuk Padang Pengembalaan Sedang
Cloris gayanaRumput rhodes
Brachiaria muticaRumput malela
Cynodon plectostachyusStar grass
Setaria sppSetaria
Desmodium sppDesmodium
Centrocema pubescenCentro
Untuk Padang Pengembalaan Berat
Brachiaria ducumbensRumput signal
Paspalum dilatatumRumput Australia
Paspalum notatumRumput bahia
Cynodon dactylonRumput kawat
Colopogonium muconoidesKalopo
Puerraria phaseloidesPuero
Sumber : Hijauan Pakan Ternak di Indonesia 2006
                Selain sebagai sumber hijauan pakan ternak yang berasal dari rumput, lahan pertanian juga juga mempunyai potensi yang sangat besar sebagai sumber Hijauan Pakan Ternak (HPT) yang berasal dari limbah pertanian , dalam berbagai bentuknya,  baik dari hasil sisa tanaman pangan maupun hasil ikutan atau hasil sampingan tanaman pangan
                Sisa hasil tanaman pangan yang banyak dipakai sebagai HPT antara lain daun dan batang jagung, jerami dan daun kacang tanah dan sebagainya. Sedangkan yang dalam bentuk ikutan adalah dedek padi dan selain merupakan sumber derat juga sumber protein kasar yang tinggi. pada tabel 5 limbah tanaman yang bisa digunakan sebagai pakan ternak.
                Mengingat lahan pertanian, baik lahan kering maupun lahan irigasi, di Indonesia sangat luas, maka potensi tersebut tidak bisa diabaikan.
Potensi Lahan Perkebunan
                Selain dipadang rumput alam, sumber hijauan pakan juga terdapat dilahan-lahan perkebunan. Dari data direktorat perkebunan pada tahun 2004 menunjukkan bahwa terdapat tidak kurang dari 10 juta ha lahan perkebunan rakyat yang berpotensi sebagai sumber hijauan pakan. Yang paling luas adalah perkebunan kelapa rakyat yaitu 3,6 juta ha.
                Pada prinsipnya hampir seluruh areal sub-sektor perkebunan memiliki potensi yang sangat besar dalam penyediaan HPT dan merupakan salah satu sumber  HPT sehingga dapat dimamfaatkan adalah areal perkebunan rakyat.
                Pemanfaatan potensi perkebunan untuk pengembangan sistem integrasi tanaman ternak dapat berupa pemanfaatan lahan diantara tanaman sela sebagai sumber pakan ternak.
                Penanaman leguminosa diperkebunan bukan hal yang baru, karena leguminosa tersebut digunakan sebagai penutup tanah. Tanaman perkebunan memerlukan tanaman sebagai penutup tanah, untuk menjaga kelembaban tanah maupun kesuburan tanah sehingga tanaman pokok (tanaman perkebunan) dapat tumbuh dengan optimal. Berdasarkan sifat tumbuhnya, legumenosa pohon, leguminosa perdu dan legumenosa menjalar.
                Potensi leguminosa menjalar sebagai hijauan pakan perkebunan yang ditanami dengan leguminosa penutup tanah yang sangat baik digunakan sebagai pakan ternak. Di Sumatera dan Kalimantan perkebunan yang berpotensi sebagai sumber hijauan pakan adalah perkebunan karet dan kelapa sawit, sedang di Sulawesi adalah perkebunan kelapa.
                Potensi leguminosa penutup tanah ini sepenuhnya dimanfaatkan, khususnya diperkebunan-perkebunan rakyat, karena walaupun pemiliknya sudah menyadari namun belum dirasakan manfaatnya secara langsung disamping adanya keterbatasan modal untuk melaksanakannya. Perlu disosialisasikan terlebih dahulu secara konferhensif.
Tabel 3. Beberapa contoh jenis Hijauan Pakan Ternak yang cocok untuk ditanam sebagai rumput/leguminosa potongan
Nama BotaniNama Umum
Rumput Potongan
Pannisetum purpuriumRumput gajah
Pannisetum purpuroideRumput raja
Pannisetum maximumRumput benggala
Euchlaena mxicanaRumput mexico
Leguminose potongan
Caliandra calothyrsusKaliandra
Gliricidia sepiumGamai
Laucaena leucocephalaLamtoro
Desmodium rensoniiDesmodium
Stylosanthes sppStilo
Lab-lab purpureusLablab
Calopogonium mucunoidesKalopo
Puerria phaseloidesPuero
Clitoria ternateaKembang Telang
Centrosema pubescensSentro
Sumber : Hijauan Pakan Ternak di Indonesia 2006
                Sebagai penutup tanah (cover crop) biasanya digunakan tanaman leguminosa herba (menjalar), yang juga merupakan tanaman pakan ternak, beberapa tanaman penutup tanah antara lain sentro (Centrosema pubescens; Centrosema plumieri), Kalopo (Calopogonium mucunoides; Calopogonium caeruleum) dan puero atau kudzu (Puerria phaseloides; Puerria thunbergiana) dan Arachis perenian (Arachis pintoi; Arachis glabrata). Arachis sudah banyak digunakan diperkebunan lada dan Vanila.
Tabel 4. Daya hasil bahan kering (ton/ha/th) beberapa jenis rumput yang ditanam di       Bogor
Nama RumputSelang Waktu PanenHasil Bahan Kering Hijauan
Brachiaria humidicola45 hari36-37
Setaria sphacelata45 hari24-37
Digitaria spp45 hari34
Andropogon gayanus45 hari27-28
Panicum muticum40 hari30
Euchlaena mexicana40 hari17-18
Pannisetum purpurium40 hari40-60
Sumber : Hijauan Pakan Ternak di Indonesia 2006
                Diperkebunan tertentu, seperti kopi, teh, kakao diperlukan tanaman pelindung untuk tanaman yang masih muda. Tanaman pelindungyang biasa digunakan adalah tanaman leguminosa pohon, seperti lamtro (Leucaena spp) dan Gamal (Gliricidia maculata) yang banyak digunakan diperkebunan lada.
                Mucuna (koro bengkuk) juga dapat dijadikan tanaman penutup tanah, namun peternak harus hati-hati dalam memanfaatkannya sebagai pakan ternak karena tanaman ini mengandung racun. Harus dilayukan dulu sebelum menetralkan racunnya.
                Tanaman leguminosa yang sering digunakan sebagai penutup tanah pada tanaman perkebunan adalah lab-lab (Lab-lab purpureus) dan kalopo. Masih banyak jenis-jenis Famili leguminose mempunyai manfaat ganda , sebagai pakan ternak dan peutup tanah seperti sentro, peuro dan lainya. Selain itu potensi limbah pertanian seperti kakao, sawit, tebu dan lainya (seperti tabel 5 dibawah) sangat besar bisa dijadikan sebagai pakan ternak.
Tabel 5. Limbah tanaman pangan dan perkebunan yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak
TanamanBagian yang dapat dimakan ternak
PadiDaun, jerami dan dedak
JagungBatang, daun, tongkol dan butir
Kacang TanahJerami dan daun
KedeleJerami dan kulit polong
Ubi KayuDaun dan umbi
Ubi jalarDaun dan umbi
KakaoKulit buah
KopiKulit buah
Jambu MeteBuah semu
PisangBonggol, batang semu dan daun
Kelapa SawitTandan dan lumpur sawit
NanasKulit buah
TebuPucuk tebu
KapasBungkil biji kapuk
KelapaBungkil kelapa
NangkaDaun
JengkolKulit buah
Sumber : Hijauan Pakan Ternak di Indonesia 2006
Mutu Hijuan Pakan Ternak (HPT)
                Mutu hijauan pakan ternak ditentukan oleh berbagai faktor, baik faktor dalam (genetis) maupun faktor luar. Faktor genetis yang paling utama adalah jenis dan spesies. Secara sederhana, pakan ternak dinilai berkualitas tinggi apabila memiliki Protein Kasar (PK) pada rumput-rumputan lebih dari 9%, sementara kandungan PK leguminosa berkisar antara 13-20%.
                Yang dimaksud dengan jenis disini adalah famili. Dimana HPT dari famili kacang-kacangan atau leguminosa biasanya mempunyai kandungan protein yang relatif lebih tinggi dengan HPT rumput-rumputan. Namun di dalam famili rumput-rumputan sendiri mutu hijauan bisa berbeda-beda, tergantung pada spesiesnya. Pada umunya kandungan protein kasar rumput unggul atau rumput intoduksi lebih tinggi dibandingkan rumput lokal.
Tabel 6. Kadar nutrisi beberapa jenis Hijauan Pakan Ternak
Jenis HPTBK (%)SK (%)PK (%)TDN (%)
Rumput gajah18-2229-335-945-57
Rumput raja25-4016-303-551-62
Rumput benggala20-2416-206-846-53
Rumput setaria21-2516-302-343-53
Rumput brachiaria19-229-115-7,547-55
Kaliandra3015-252344-68
Lamtoro gung23-3118-2120-2371-72
Gamal22-279-1219-2265-70
Kembang Telang19-2610-1217-2241-62
Stylosanthes spp17-2210-1313-2036-63
Lablab purpureus19-249-1216-2347-67
Peuraria javanica23-318-1217-2353-65
Sumber : Hijauan Pakan Ternak di Indonesia 2006
                Pada tabel 6 diperhatikan daftar mutu beberapa jenis  HPT, baik dari famili leguminose maupun rumpur-rumputan. Selain kandungan PK, mutuHPT juga ditentukan oleigistible Nuth Serat Kasar (SK), dan nutrisi yang dapat dicerna atau Total Digestible Nutrien (TDN). Dalam kaitan dengan SK, suatu HPT yang memiliki kandungan SK yang relatif rendah dinilai relatif lebih tinggi dibandingkan dengan HPT yang kandungan SK lebih tinggi.
                Pada saat ini sebagian peternak dipedesaan belum memahami pentingnya kualitas pakan. Bagi mereka yang penting adalah kecukupan pakan, bukan kecukupan nutrisi pakan.
                Kebutuhan ternak akan pakan hijauan pakan selain didasarkan pada bobot segar atau bahan kering dapat juga didasarkan pada TDN. Penentuan kebutuhan ternak akan TDN Hijauan agak rumit dan lebih cocok untuk keperluan penelitian atau untuk peternakan skala besar. Dalam hal ini diperlukan pengetahuan yang cukup sebelum menghitung TDN, misalnya perlu diketahui dulu komposisi bahan kering setiap jenis hijauan seperti yang tertera pada tabel 6.
                Dengan demikin untuk keperluan peternakan skala kecil yang dilaksanakan oleh peternak, penghitungan kebutuhan hijauan dengan TDN dirasakan belum diperlukan karena tidak praktis. Untuk keperluan dilapangan, kebutuhan hijauan pakan ternak untuk ternak cukup didasarkan pada bobot segar atau bahan kering.
                Palatabilitas
                Palatabilitas merupakan salah satu sifat yang penting, karena palatabilitas itu menentukan apakah rumput atau leguminose itu disukai ternak apabila tidak memiliki sifat palatabilitas atau tidak palatabel.
                Ada beberapa faktor yang menentukan tingkat palatabilitas suatu jenis HPT, namun tidak ada hubungan yang jelas antara mutu hijauan dengan palatabilitas, artinya suatu jenis HPT yang kandungan nutrisinya tinggi belum tentu disukai ternak contohnya seperti daun serengan jantan (Flemingia congesta), walau kadar protein kasarnya tinggi namun banyak ternak yang tidak menyukainya, walaupun beberapa penelitian menunjukkan bahwa dengan dibiasakan akhirnya ternak juga mau memakanya. Sebaliknya ada jenis HPT yang nilai nutrisinnya rendah tapi disukai ternak.
                Pada tabel 7 dibawah ini diperlihatkan beberapa jenis HPT dengan tingkat palatabilitasnya masing-masing.
Tabel 7. Palatabilitas dari beberapa Hijauan Pakan Ternak
Jenis HijauanPalatabilitas (%)
Pannisetum purpurium63
Pannisetum purpuroide60
Pannisetum maximum45-47
Euchlaena mxicana52
Caliandra calothyrsus35-45
Gliricidia sepium24,5
Laucaena leucocephala35,41
Stylosanthes spp26-32
Lab-lab purpureus31-42
Calopogonium mucunoides25
Puerria phaseloides35
Clitoria ternatea30-35
Centrosema pubescens42
Sumber : Hijauan Pakan Ternak di Indonesia 2006
Kebutuhan Ternak Akan Hijauan
                Kepadatan populasi ternak ruminansia berpengaruh terhadap keberlanjutan pasokan hijauan. Disuatu wilayah dengan populasi ternak ruminansia yang relatif jarang, masalah kekurangan hijauan pakan tidak sebarat di wilayah yang populasinya ternak ruminansianya padat.
                Rasio antara kepadatan ternak ruminansia dengan luas lahan pertanian juga berpengaruh terhadap sistem produksi hijauan pakan. Dengan demikian berpengaruh juga terhadap keberlangsungan pasokan hijauan pakan. Dipulau Jawa yang sebagian lahan pertanianya sudah beralih fungsi menjadi lahan non-pertanian, dengan populasi ruminansia lebih dari 7 juta ST, sistem padang pengembalaan tidak bisa diterapkan. Sebaliknya di NTB dan NTT sebagian besar ternak ruminansia digembalakan karena padang penggembalaanya masih luas, walau populasi ternak ruminansia juga tinggi. secara umum bisanya penghitungan kebutuhan hijauan pakan didasarkan pada berat bahan segar atau bahan kering, kemudian dibandingkan dengan populasi hijauan yang tersedia dalam potensi hijauan yang tersedia dalam satu tahun (juga atas dasar berat segar atau bahan kering). Setelah itu dapat ditarik kesimpulan apakah daerah tersebut surplus hijauan sehingga populasi ternak masih bisa ditambah, atau defisit hijauan. Apabila defisit, perlu diupayakan agar pasokan hijauan pakan bertambah.
                Namun neraca perhitungan seperti itu ternyata tidak akurat dan dapat menyesatkan, karena terjadi bias sebagai akibat asumsi pasokan hijauan yang dianggap konstan sepanjang tahun padahal produksi hijauan selalu berfluktuasi mengikuti musim. Sebagai akibat timbul kesalahan didalam pendugaan produksi hijauan disuatu wilayah, sehingga berakibat kepada salahnya menghitung daya dukung suatu wilayah. Untuk mengurangi kesalahan seperti itu disarankan untuk menggunakan suatu metode yang lebih akurat, yaitu dengan membuat neraca kebutuhan hijauan pakan sepanjang tahun yang dapat mendukung populasi ternak sepanjang tahun yang dapat mendukung populasi ternak diwilayah tersebut.
                Dengan metode ini dapat dihitung selisih antara produksi HPT dengan kebutuhan ternak setiap bulan, baik pada musim hujanmaupun pada musim kemarau. Karena HPT bisa dari berbagai sumber. Perhitungan potensi hijauan pakan harus memperhatikan pola tanam yang diterapkan dengan cermat. Untuk daerah beririgasi teknis perhitungan relatif lebih mudah, karena pada umumnya lahan beririgasi teknis ditanami tanaman monokultur pada lahan yang sangat luas.
                Sistem pasokan hijauan pakan setiap agroekosistem berbeda satu sama lain. Untuk lahan beririgasi berbeda dengan lahan tadah hujan. Lahan kering dataran rendah  juga berbeda dengan lahan kering dihulu aliran sungai, semuanya tergantung pada pola tanam yang diterapkan pada daerah tersebut.
                Sebagai contoh, lahan kering yang menerapkan pola tanam tumpang sari padi gogo dengan jagung pada musi tanam I (MT I) diikuti dengan tumpang sari jagung dengan kacang tanah pada musim tanam II (MT II) dan kacang tunggak pada musim kemarau  (MK), berbeda dengan yang menerapkan pola tanam monokultur jagung berturut-turut pada MT I dan MT II, diikuti pada MK.
                Faktor-faktor yang mempengaruhi pasokan HPT
                Keberlanjutan pasokan hijauan pakan sangat tergantung pada berbagai faktor, seperti musim, agroekosistem, populasi ruminansia dan pengolahanya. Dengan demikian bagi peternak yang menginginkan terdapatnya ketersedian pakan sepanjang tahun, faktor-faktor tersebut diatas harus menjadi perhatian .
                Dilihat dari sudut pandang klimatologi, diIndonesia Hanya Mengenal dua Musim yaitu Musim hujan dan musim kemarau, tetapi sekarang kondisi musim ini tidak bisa diprediksi lagi,  bahkan sekarang pada bulan Agustus 2010 seharusnya sudah musim kemarau, tetapi terjadi musim hujan. Tapi dari segi pasokan pakan hijauan ternak harus dipertimbangkan juga musim tanam karena pola pasokan Hijauan Pakan Ternak juga ditentukan oleh pola tanam dimana peranan limbah tanaman pangan sangat besar.
                Musim Hujan
                Pada saat musim hujan  biasanya hijauan pakan ternak melimpah sehingga peternak tidak kesulitan mencari. Yang menjadi masalah adalah redahnya kualitas hijauan, pada musim hujan, karena pasokan melimpah banyak hijauan yang tidak sempat dipotong. Lama kelamaan hijauan tersebut  terlalu tua untuk diberikan kepada ternak. Sebagai akibat mutu hijauan pakan menurun karena kandungan pakan menurun karena kandungan serat kasar pada hijauan terlalu tua biasanya terlalu tinggi, sedangkan kandungan proteinya rendah.
                Musim kemarau
                Pada saat musim kenarau produksi hijauan, baik rumput maupun leguminosa menurun. Semakin panjang musim kemarau semakin rendah produksi hijauan. Untuk menjaga kelangsungan pasokan hijauan , biasanya peternak menggunakan daun-daunnan, baik leguminosa maupun non leguminosa seperti lamtoro, gliriside, daun nangka daun pisang dan sebagainya. Apabila musim kemarau sangat panjang peternak bahkan memberikan “batang”  dan bonggol pisang untuk ternaknya. Di NTT peternak memanfaatkan hati batang lontar (putak) untuk pakan sapi. Selain itu juga peternak memberikan jerami padi yang diperolehnya dari persawahan. Masalahnya, bongol dan batang pisang serta jerami padi biasanya mermutu rendah.
                Musim Tanam
                Ketika berlangsung musim tanam biasanya peternak tidak mengalami kesulitan pasokan hijauan pakan karna musim tanam biasanya berimoit dengan musim hujan
                Musim Panen
                Musim Panen tidak terlalu berimpit dengan musim kemarau atau musim hujan. Hal ini sangat tergantung dengan pola tanam yang diterapkan petani. Apabila musim hujan dimulai pada bulan Oktober dan ditanam dilahan kering adalah palawija seperti jagung dan kacang-kacangan, maka pada bulan Januari dan Februari peternak bisanya kelebihan pasokan hijauan yang berupa daun dan batang  jagung atau jerami dan kacang tanah. Apabila musih hujan tidak jelas batasnya, masa panen juga biasanya lebih lama,  bisa mencapai 2-3 bulan. Di lahan kering pada musim tanam kedua (MT II) jenis tanaman yang diusahakan petani biasanya lebih sedikit, sehingga jenis hijauan pakan ternak dari lahan pertanian juga lebih sedarhana.
Daftar Pustaka
Prawiradiputra Bambang,R.2006. Hijauan Pakan Ternak di Indonesia. Badan Penelitian    dan Pengembangan Pertanian Deptan 2006

Sazuli, S.Pt

Tidak ada komentar:

Posting Komentar